Skema anggaran pendidikan baru menimbulkan kekhawatiran pemotongan dana – Masyarakat
Skema anggaran pendidikan baru menimbulkan kekhawatiran pemotongan dana – Masyarakat
Kementerian Keuangan telah mengusulkan perubahan anggaran wajib pendidikan dari 20 persen belanja negara menjadi 20 persen pendapatan negara, yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan ahli bahwa mekanisme baru tersebut akan memangkas pendanaan secara keseluruhan untuk menyelesaikan masalah abadi yang mengganggu sistem pendidikan nasional.
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen dari anggaran negara, tetapi tidak disebutkan secara rinci apakah ini mengacu pada 20 persen belanja negara atau pendapatan negara. Anggaran pendidikan saat ini dihitung sebesar 20 persen dari belanja negara.
Namun dalam rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR pada hari Rabu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan usulan perubahan alokasi menjadi 20 persen dari pendapatan negara. Ia berpendapat, sifat belanja pemerintah yang fluktuatif membuat mekanisme yang berlaku saat ini tidak efektif dan memberatkan kas negara.
Misalnya, anggaran pendidikan tahun 2022 meningkat secara default setelah pemerintah meningkatkan subsidi energi sebesar Rp 200 triliun (US$12,9 miliar) di pertengahan tahun fiskal karena kenaikan harga minyak, tetapi lembaga pendidikan tidak dapat menyerap dana tambahan dalam anggaran pendidikan yang disesuaikan karena program akademik sudah berjalan.
Ketua Banggar Said Abdullah, yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), setuju dengan mekanisme yang diusulkan menteri, dan mengatakan dalam rapat tersebut bahwa dia akan menulis surat kepada Badan Legislasi DPR (Baleg) untuk merevisi Undang-Undang Pendidikan Nasional tahun 2003.
Baca juga: Pemerintah gali dana pendidikan, dana cadangan daerah untuk Kemenangan Cepat Prabowo
Kekhawatiran pemotongan dana