Rencana pemerintah untuk memangkas subsidi KRL menuai reaksi keras – Masyarakat
Rencana pemerintah untuk memangkas subsidi KRL menuai reaksi keras – Masyarakat
Rencana pemerintah untuk mengenakan tarif pada penumpang Commuter Line Jabodetabek berdasarkan tingkat pendapatan masing-masing telah memicu kritik luas dari publik.
Rencana tersebut, yang muncul dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun 2025, akan mengharuskan penumpang untuk menyerahkan data pribadi, termasuk nomor kartu tanda penduduk (NIK), untuk membeli kartu perjalanan Commuter Line.
Operator kemudian akan mengenakan harga yang berbeda berdasarkan pendapatan penumpang.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Risal Wasal, mengatakan, otoritas saat ini tengah membahas kebijakan tersebut dengan para pemangku kepentingan.
“Tarif baru ini akan kami terapkan secara bertahap dan saat ini masih dalam pembahasan dengan para ahli dan perwakilan masyarakat agar tarif yang ditetapkan tidak memberatkan masyarakat,” ujarnya, Kamis, seperti dilansir Antara.
Usulan tersebut dengan cepat memicu reaksi keras dari para penumpang, yang berpendapat bahwa pemerintah seharusnya meningkatkan subsidi transportasi umum untuk memecahkan masalah kemacetan dan polusi udara Jakarta yang terus-menerus.
Mereka juga mempertanyakan alasan pemerintah atas kebijakan tersebut, banyak yang menyatakan bahwa otoritas telah mengalokasikan triliunan rupiah untuk mensubsidi pembelian kendaraan listrik.
Saat ini, penumpang Commuter Line, berapa pun pendapatannya, harus membayar Rp 3.000 (19 sen AS) untuk 25 kilometer pertama perjalanan mereka dan tambahan Rp 1.000 untuk setiap 10 km setelahnya, dengan tarif dibatasi hingga Rp 13.000.
Pemerintah telah menggembar-gemborkan rencana kenaikan tarif kereta api komuter sejak 2022, sekitar enam tahun setelah menaikkan biaya untuk 25 km pertama dari Rp 2.000 menjadi Rp 3.000 pada kenaikan tarif pertama, dan sejauh ini satu-satunya.
Awal tahun lalu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan pemerintah berupaya menghentikan subsidi bagi penumpang kelas menengah ke atas, dalam upaya mengurangi beban anggaran negara.
Ini berarti penumpang tersebut akan membayar harga penuh antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000 untuk setiap perjalanan.
Pekerja di Jabodetabek sangat bergantung pada Commuter Line untuk bepergian ke dan dari kantor mereka, dengan layanan ini mencatat sekitar 290 juta penumpang tahun lalu. (akhir)