Prabowo berencana raup dana hijau senilai $65 miliar dari penjualan kredit karbon – Ekonomi

Prabowo berencana raup dana hijau senilai $65 miliar dari penjualan kredit karbon – Ekonomi

Calon presiden terpilih Prabowo Subianto berencana untuk meluncurkan dana ekonomi hijau dengan menjual kredit emisi karbon dari proyek-proyek seperti pelestarian hutan hujan, yang bertujuan untuk mengumpulkan US$65 miliar pada tahun 2028, seorang penasihat mengatakan kepada Reuters.

Regulator baru untuk aturan emisi karbon akan dibentuk untuk mengawasi upaya pencapaian target emisi Indonesia berdasarkan perjanjian Paris, kata Ferry Latuhihin, salah satu penasihat Prabowo untuk kebijakan iklim.

Regulator kemudian akan membentuk “kendaraan misi khusus” yang akan mengelola dana hijau dan mengoperasikan proyek-proyek pengimbangan karbon, katanya dalam sebuah wawancara. Proyek-proyek tersebut akan mencakup pelestarian hutan, reboisasi, dan penanaman kembali lahan gambut dan bakau untuk menghasilkan kredit karbon yang dapat dijual secara internasional, kata Latuhihin.

Targetnya adalah pertumbuhan kendaraan hingga mencapai Rp 1 kuadriliun ($65 miliar) pada tahun 2028, katanya.

“Kita perlu memanfaatkan keunggulan komparatif yang kita miliki, yakni alam,” kata Latuhihin.

Skala dana yang diusulkan, yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, memiliki potensi untuk membantu salah satu dari 10 penghasil emisi terbesar di dunia dan rumah bagi hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia memenuhi tujuannya untuk mencapai netralitas karbon bersih pada tahun 2060.

Setiap hari senin

Dengan wawancara eksklusif dan liputan mendalam tentang berbagai isu bisnis paling mendesak di kawasan ini, “Prospects” adalah sumber informasi terpercaya untuk tetap menjadi yang terdepan dalam lanskap bisnis Indonesia yang terus berkembang pesat.

untuk berlangganan buletin kami!

Silakan periksa email Anda untuk berlangganan buletin Anda.

Lihat Lebih Banyak Buletin

Meski demikian, ia menghadapi sejumlah tantangan besar, termasuk persaingan di pasar karbon global dan memastikan proyek-proyeknya dianggap kredibel.

Christina Ng, direktur pelaksana Energy Shift Institute, sebuah lembaga pemikir yang berfokus pada transisi energi Asia, mengatakan ekosistem alam Indonesia yang luas menawarkan ruang lingkup untuk proyek-proyek pengimbangan karbon yang besar, tetapi targetnya sangat ambisius dari perspektif finansial dan operasional.

Prabowo, yang akan dilantik pada 20 Oktober, telah berjanji untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen selama lima tahun masa jabatannya, dari 5 persen sekarang, termasuk melalui investasi dalam proyek hijau.

Latuhihin mengatakan proyek offset akan menciptakan lapangan kerja besar-besaran dan dapat membantu mencapai target pertumbuhan.

Pemerintah yang baru akan menyediakan modal awal, yang masih ditentukan, tetapi diharapkan dana tersebut akan tumbuh dengan menjual kredit karbon secara lokal dan luar negeri dan membayar dividen kepada pemerintah setelah menjadi menguntungkan, katanya.

Mengumpulkan dana dalam entitas seperti itu akan memungkinkan Indonesia menjalankan proyek hijau berskala besar tanpa menggunakan anggaran pemerintah, kata Latuhihin.

Ia mengatakan standar internasional mengenai verifikasi akan diikuti, dan teknologi akan digunakan untuk mengonfirmasi berapa banyak karbon dioksida (CO2) yang dihilangkan setiap proyek dari atmosfer.

Ng mengatakan kredit karbon berbasis alam biasanya diperdagangkan antara $5 hingga $50 per metrik ton setara CO2, tetapi harga rata-ratanya di bawah $10 per ton tahun lalu.

Bahkan pada harga $50 per ton, untuk mengumpulkan $10 miliar per tahun – masih kurang dari yang dibutuhkan untuk mencapai target dana yang direncanakan selama empat tahun ke depan – akan membutuhkan penjualan 200 juta ton kredit karbon. Jumlah tersebut hanya kurang dari total penerbitan kredit karbon sebesar 239 juta ton yang dicatat oleh seluruh pasar sukarela global pada puncaknya pada tahun 2021, kata Ng, yang menggarisbawahi tantangan untuk memenuhi target dana tersebut.

Pada $10 per ton, volume yang sama hanya akan menghasilkan $2 miliar setiap tahunnya, yang membuat target $65 miliar semakin jauh dari jangkauan.

“Mengingat lanskap persaingan pasar karbon global, dengan negara-negara seperti Brasil dan negara-negara lain di Asia Tenggara juga menawarkan kredit berbasis alam, entitas perlu menunjukkan bahwa kredit mereka memenuhi standar tertinggi,” katanya, seraya mencatat bahwa rekam jejak Indonesia telah dirusak oleh masalah tata kelola.

Tingkat penggundulan hutan di Indonesia telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, meskipun sering terjadi kebakaran hutan, yang sering kali dimulai oleh petani untuk membuka lahan untuk perkebunan.

Pemerintah yang akan datang akan mengadakan road show untuk mempromosikan proyek-proyek di luar negeri, dengan harapan dapat bekerja sama dengan bank-bank internasional besar dalam penjualan kredit karbon di pasar-pasar dengan harga karbon yang lebih tinggi, kata Latuhihin.