Pesimisme saat 20 tahun berlalu tanpa keadilan bagi Munir – Politik
Pesimisme saat 20 tahun berlalu tanpa keadilan bagi Munir – Politik
Kelompok masyarakat sipil berduka atas dua dekade ketidakadilan yang terjadi seputar pembunuhan aktivis Munir Said Thalib pada tahun 2004, dengan mencatat bahwa sebagian besar kasus tersebut masih diselimuti misteri dan dalang di baliknya kemungkinan masih bebas.
Munir, seorang aktivis vokal selama tahun-tahun awal Reformasi Indonesia dan pendiri kelompok hak asasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), meninggal karena keracunan arsenik pada 7 September 2004, di dalam pesawat Garuda Indonesia dari Jakarta ke Amsterdam.
Meskipun beberapa orang telah menjalani hukuman penjara terkait kasus tersebut, keadaan seputar pembunuhan Munir masih belum jelas hingga hari ini.
Pada tahun 2008, petugas keamanan penerbangan Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi hukuman 20 tahun penjara terkait kasus tersebut, sebelum masa hukumannya dikurangi menjadi 14 tahun oleh Mahkamah Agung. Setelah mendapat remisi selama 50 bulan, Priyanto dibebaskan pada tahun 2018 dan meninggal karena COVID-19 pada tahun 2020.
Hari Sabtu menandai 20 tahun sejak pembunuhannya. Warga Indonesia di berbagai kota memperingati kematian Munir dengan turun ke jalan, mengunjungi makamnya, dan menuntut pemerintah untuk mengadili para pembunuhnya. Pengguna media sosial juga memicu tagar #SeptemberHitam (September Hitam) dan #Muniradalahkita (Kami Munir) menjadi tren.
Namun seruan tahun ini lebih serius, karena pemerintah hanya berbuat sedikit selama dua dekade terakhir untuk membawa pembunuh Munir ke pengadilan, terutama menjelang pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan datang.