DJP menjalankan fungsi anggaran dan regulasi untuk mendukung pemulihan perekonomian nasional – Regulasi

DJP menjalankan fungsi anggaran dan regulasi untuk mendukung pemulihan perekonomian nasional – Regulasi

Kurang dari dua tahun setelah Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden No. 17/2023 tentang berakhirnya pandemi COVID-19, aktivitas perekonomian telah kembali normal meskipun masih ada ketegangan geopolitik dan perlambatan ekonomi global.

Berkaca pada perjalanan pemerintah dalam pemulihan ekonomi dari dampak parah pandemi COVID-19, kita ingat betul bagaimana pemerintah menyikapi pandemi tersebut dengan menggulirkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada tahun 2020, bersama Direktorat Jenderal Pajak ( DJP) Kementerian Keuangan memainkan peran substantif dalam hal ini.

“Pandemi COVID-19 tidak menghalangi pemerintah untuk terus mengambil langkah menumbuhkan perekonomian guna menjaga pemenuhan kebutuhan nasional,” kata Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP.

Ia menambahkan, DJP yang bertugas memungut pendapatan negara, tugas dan tanggung jawabnya semakin besar. “Kita harus menghadapi kondisi luar biasa yang melumpuhkan kinerja berbagai sektor. Kegiatan perekonomian merosot tajam yang pada akhirnya menyebabkan objek pajak turun drastis. Namun sebaliknya, pada tahun 2021 ketika pandemi belum juga berakhir, DJP berhasil melampaui target penerimaan pajak”.

Pada tahun 2020, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sebesar 2,07 persen namun berangsur pulih hingga mencapai pertumbuhan tahunan yang stabil sekitar 5 persen pada tahun 2022-2023.

“Perpajakan adalah puncak perekonomian. Menurunnya aktivitas perekonomian akan berdampak langsung pada jumlah pajak yang dipungut. Saat ini, 73 persen APBN Indonesia dibiayai oleh pajak. Tercapainya target penerimaan perpajakan mencerminkan pemulihan perekonomian di Indonesia,” kata Dwi Astuti.

Setiap hari Senin

Dengan wawancara eksklusif dan liputan mendalam mengenai isu-isu bisnis paling mendesak di kawasan ini, “Prospek” adalah sumber yang tepat untuk tetap menjadi yang terdepan dalam lanskap bisnis Indonesia yang berkembang pesat.

untuk mendaftar buletin kami!

Silakan periksa email Anda untuk berlangganan buletin Anda.

Lihat Buletin Lainnya

Ia mengakui, lesunya perekonomian akibat pandemi COVID-19 berdampak signifikan terhadap penerimaan pajak.

“Namun perlu diingat bahwa selain fungsi anggaran, pajak juga menjalankan fungsi regulasi dimana pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur pergerakan perekonomian nasional dengan melaksanakan kebijakan yang menjamin kelangsungan perekonomian,” ujarnya.

Dalam konteks ini, DJP telah menerapkan beberapa kebijakan dalam program PEN dalam merespons pandemi COVID-19.

“Misalnya penerapan pajak penghasilan final sebesar 0,5 persen menarik lebih dari 240.000 wajib pajak”.

Dwi Astuti mengungkapkan, pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah dengan alokasi Rp 40 triliun (US$2,57 miliar) yang bermanfaat bagi lebih dari 131.000 wajib pajak.

Selain itu, pemerintah juga menanggung pajak penghasilan final, khususnya atas jasa konstruksi, dan tidak dihitung sebagai PNBP.

“Lebih dari 14.000 wajib pajak impor Pasal 22 dibebaskan dari pembayaran pajak karena pemerintah mengalokasikan Rp 15 triliun untuk pajak ini,” ujarnya.

DJP juga menetapkan kebijakan pengurangan pajak penghasilan pasal 25 sebesar 50 persen sebesar Rp 14 triliun. “Lebih dari 66.000 wajib pajak mendapat manfaat dari kebijakan ini,” ujarnya.

Menurut Dwi Astuti, pemerintah juga mengalokasikan dana sebesar Rp 5,8 triliun untuk mengembalikan kelebihan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) dimuka bagi wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu. “Program ini bermanfaat bagi 4.000 pembayar pajak,” katanya.

Lebih lanjut Dwi Astuti mengatakan PEN bukan sekedar program jangka pendek untuk menanggulangi pandemi COVID-19, melainkan program jangka panjang. Dalam PEN, pemerintah mengalokasikan Rp 1.895,61 triliun untuk program tiga tahun yang dimulai pada tahun 2020.

Tujuan jangka pendek PEN adalah memastikan keberlanjutan usaha yang terkena dampak pandemi COVID-19. Selain itu, PEN juga berperan sebagai pelonggaran gejolak perekonomian selama pandemi COVD-19.

PEN membantu memastikan pemulihan perekonomian nasional terkait kesehatan, perlindungan sosial, insentif berusaha, dukungan UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah), pembiayaan korporasi dan pemerintah daerah serta kementerian/lembaga secara sektoral.

Dengan adanya program PEN yang terkait di berbagai bidang, para pelaku usaha tidak hanya mampu bertahan dari gejolak perekonomian, namun juga mampu mempertahankan usahanya.

Menurut Dwi Astuti, beberapa kebijakan yang diambil pemerintah masih efektif mendukung program PEN. Diantaranya adalah pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) atas pengalihan rumah tapak dan unit apartemen pada akhir tahun 2024, sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 61/2024.

Berdasarkan PMK tersebut, pembelian rumah tapak atau apartemen senilai Rp 5 miliar wajib membayar PPN paling banyak Rp 220 juta.

“PMK tersebut merevisi PMK sebelumnya Nomor 7 Tahun 2020. Pada aturan sebelumnya, penyampaian berita acara penerimaan transfer pada 1 Juli 2024 sampai dengan 31 Desember 2024 diberikan keringanan PPN DTP sebesar 50 persen. Dengan diberlakukannya PMK Nomor 61 Tahun 2024, transfer mulai 1 September hingga 31 Desember 2024 diberikan keringanan PPN DTP 100 persen,” ujarnya.

Lebih lanjut Dwi Astuti mengatakan, ke depan, Ditjen akan terus meningkatkan fungsi anggaran, khususnya terkait dengan rencana pemerintah baru untuk mengentaskan kemiskinan melalui program pemberian makanan bergizi gratis bagi anak sekolah dan swasembada pangan dan energi.

Rencana penyediaan makanan gratis dan swasembada pangan dan energi merupakan salah satu isu ekonomi dan sosial yang dibahas oleh Presiden Prabowo Subianto dalam pidato pengukuhannya pada tanggal 20 Oktober, sebagai bagian dari tujuan besarnya untuk membangun negara yang lebih sejahtera.

DJP akan menerapkan kebijakan yang mendukung program pengentasan kemiskinan tersebut, misalnya dengan menerapkan tarif pajak penghasilan progresif bagi orang pribadi, menurut Dwi Astuti.

Perpajakan juga akan berfungsi untuk meningkatkan daya saing Indonesia. “Swasembada pangan dan energi akan menjadi langkah utama yang diambil Indonesia untuk menjawab tantangan global yang semakin kompleks. DJP akan mendukung agenda tersebut,” ujarnya.

Oleh karena itu, dengan fungsi regulasinya, DJP telah berkontribusi terhadap ketahanan perekonomian yang telah ditunjukkan Indonesia selama beberapa tahun terakhir.

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak (DJP)