BPJS Kesehatan akan gunakan pengenalan wajah untuk cegah penipuan – Masyarakat
BPJS Kesehatan akan gunakan pengenalan wajah untuk cegah penipuan – Masyarakat
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan milik negara berencana menggunakan teknologi pengenalan wajah untuk mengidentifikasi jutaan pemegang polisnya dan mencegah penipuan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Juru bicara BPJS Rizzky Anugerah mengatakan kebijakan baru tersebut diluncurkan pada Juli dan akan diterapkan secara bertahap di rumah sakit di seluruh negeri.
“Semua klinik dan dokter spesialis wajib menggunakan sistem pengenalan wajah untuk memverifikasi identitas pemegang polis,” kata Rizzky, Minggu, seperti dilansir dari laman The Jakarta Post. Kompas.com.
Ia menambahkan, penerapan teknologi pengenalan wajah ini akan melengkapi sistem identifikasi sidik jari yang sudah dimiliki BPJS Kesehatan.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti mengatakan teknologi pengenalan wajah BPJS Kesehatan dapat mengidentifikasi wajah dalam gambar, video, dan secara real-time dengan akurasi tinggi.
“Ini merupakan langkah besar untuk mencegah penipuan dan pencurian identitas serta memastikan bahwa hanya pemegang polis yang dapat mengakses layanan JKN,” ujarnya saat peluncuran program tersebut.
Ghufron lebih lanjut menjelaskan, sistem pengenalan wajah ini akan memberikan proses verifikasi identitas yang lebih cepat dan akurat bagi seluruh pemegang polis, sehingga waktu tunggu perawatan pun menjadi lebih singkat.
Di masa depan, teknologi ini juga akan memungkinkan pemegang polis cukup menggunakan kartu identitas elektronik mereka untuk mengakses layanan JKN alih-alih menggunakan kartu BPJS Kesehatan mereka.
Baca juga: KPK temukan tagihan semu di sejumlah rumah sakit
BPJS Kesehatan telah bergulat dengan laporan dugaan klaim penipuan dari fasilitas perawatan kesehatan selama bertahun-tahun.
Pada tahun 2016, sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Indonesia (UI) mengungkap potensi penipuan dalam klaim JKN di rumah sakit yang menelan biaya hingga Rp 7 triliun (US$ 452,91 juta).
Di antara klaim tidak teratur dari rumah sakit adalah jumlah bayi yang dilahirkan melalui operasi caesar di bawah JKN yang sangat tinggi, yaitu sekitar 54 persen dari 1,5 juta bayi yang dilahirkan dari Januari 2014 hingga Juli 2015.
Prevalensi prosedur ini yang luar biasa tinggi, yang biasanya kurang dari 10 persen dari total kelahiran anak, secara substansial meningkatkan jumlah biaya yang harus dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
Pada bulan Juli tahun ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa lembaganya telah menemukan indikasi tagihan semu terkait JKN di beberapa fasilitas kesehatan.
Deputi Bidang Pencegahan Korupsi KPK Pahala Nainggolan mengatakan, lembaga antirasuah itu menemukan tiga dari enam rumah sakit yang diperiksa diduga membuat klaim palsu terkait JKN yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 35 miliar. Dari 4.341 klaim yang diajukan ketiga rumah sakit itu, hanya 1.072 atau 24 persen yang didukung oleh rekam medis.
Rumah sakit tersebut, Pahala menjelaskan lebih lanjut, diduga terlibat dalam tiga praktik penipuan umum: mengklaim pemegang polis menerima perawatan lebih banyak dari yang sebenarnya, menaikkan biaya perawatan, dan menciptakan pemegang polis palsu untuk mengklaim pembayaran.
KPK bersama Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP), dan BPJS Kesehatan berencana melakukan audit besar-besaran terhadap seluruh klaim penggantian JKN. (akhir)