Peluang di tengah perang dagang AS-China – Perusahaan

Peluang di tengah perang dagang AS-China – Perusahaan

Perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat telah meningkat sejak tahun 2018, yang menyebabkan penerapan tarif oleh kedua negara.

Baru-baru ini, AS telah membatasi akses Tiongkok ke teknologi semikonduktor dan kecerdasan buatan serta mulai menaikkan tarif pada berbagai produk Tiongkok, termasuk suku cadang baterai (baterai non-lithium-ion), kendaraan listrik, baterai kendaraan listrik lithium-ion, sel surya, produk baja dan aluminium. Kenaikan tarif ini berkisar antara 25 hingga 50 persen dari tarif awal. Sebagai tanggapan, Tiongkok juga telah mengenakan tarif pada impor AS, yang mengakibatkan kenaikan tarif timbal balik antara kedua negara dan berdampak negatif pada arus perdagangan bagi kedua negara.

Kami memperkirakan perang dagang dapat meningkat, bertepatan dengan melebarnya defisit perdagangan AS dengan Tiongkok, yang mencapai US$279 miliar pada tahun 2023, menjadikan Tiongkok sebagai sumber defisit perdagangan AS yang terbesar.

Dari sudut pandang Tiongkok, AS merupakan pasar ekspor terbesarnya, yang menyumbang 39 persen dari total ekspornya pada tahun 2023. Kategori ekspor utama Tiongkok ke AS meliputi mesin listrik, peralatan mekanik, dan furnitur, yang secara bersama menyumbang 52 persen dari total ekspor.

Sementara itu, Cina merupakan sumber impor terbesar kedua bagi AS setelah Meksiko, yang mencakup 14 persen dari impor AS. Selain itu, perang dagang dipicu oleh isu-isu yang terkait dengan hak kekayaan intelektual dan keamanan nasional, dengan AS menuduh Cina mencuri teknologi dan rahasia dagang, klaim yang dibantah Cina.

Perang dagang AS-Tiongkok telah menjadi salah satu tantangan dan peluang terbesar bagi negara-negara pasar berkembang, termasuk Indonesia. Tiongkok dan AS merupakan mitra dagang utama bagi Indonesia, dengan Tiongkok dan AS menjadi pasar ekspor terbesarnya, masing-masing menyumbang 25 dan 9 persen dari ekspor Indonesia. Aspek krusial saat ini adalah bagaimana perang dagang yang meningkat memengaruhi mitra dagang pihak ketiga seperti Indonesia.

Setiap hari senin

Dengan wawancara eksklusif dan liputan mendalam tentang berbagai isu bisnis paling mendesak di kawasan ini, “Prospects” adalah sumber informasi terpercaya untuk tetap menjadi yang terdepan dalam lanskap bisnis Indonesia yang terus berkembang pesat.

untuk berlangganan buletin kami!

Silakan periksa email Anda untuk berlangganan buletin Anda.

Lihat Lebih Banyak Buletin

Perang dagang dapat berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Misalnya, pada tahun 2018, Indonesia mengalami defisit perdagangan yang signifikan akibat peningkatan impor. Impor tumbuh substansial karena tingginya impor mesin, bahan bakar mineral, minyak dan produk-produknya, mesin listrik, logam, besi dan baja, sementara ekspor tumbuh lebih rendah. Selain itu, perang dagang menyebabkan penurunan harga kedelai, yang berkaitan erat dengan harga minyak sawit mentah (CPO). Karena CPO saat ini merupakan penyumbang terbesar pendapatan ekspor Indonesia, setiap gangguan di sektor ini dapat secara signifikan mempengaruhi industri dan ekonomi Indonesia.