Bagaimana seorang remaja berusia 16 tahun mengubah biji rotan menjadi proyek konservasi besar-besaran – Lingkungan Hidup

Bagaimana seorang remaja berusia 16 tahun mengubah biji rotan menjadi proyek konservasi besar-besaran – Lingkungan Hidup

Lembaga pendidikan bertugas untuk melakukan hal-hal yang mungkin merupakan usaha terpenting bagi generasi mendatang. Mereka mengemban tanggung jawab untuk mengajar dan mendorong para pemimpin masa depan untuk memberikan dampak positif bagi dunia.

Salah satu lembaga pendidikan terbaik di Indonesia, Global Jaya School (GJS), menekankan rasa hormat terhadap orang lain dengan menghargai budaya Indonesia sekaligus merangkul kesadaran dan pemahaman budaya internasional. Nilai-nilai inti sekolah yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan inklusivitas menular kepada siswanya.

Seorang siswi kelas 11 khususnya tengah memimpin gerakan untuk membuktikan kepada dunia bahwa masa depan aman di tangan generasinya. Kiranamulya “Kirana” Budi Arthanti yang berusia 16 tahun merintis penanaman rotan di Pegunungan Meratus, Desa Hinas Kiri, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan.

Diberi nama Proyek Rotan untuk Kehidupan Kiranamulya 2024, program ini bermula dari proyek tugas sekolah pribadi Kirana saat duduk di kelas 10, di mana ia memotret pabrik mebel rotan milik relawan desa sekaligus pengusaha Jumali “Mas Jiwo Pogog” Wahyono Perwito.

Setelah Kirana menggelar pameran yang menampilkan foto-foto dan beberapa perabot rotan, minat tak terduga dari pengunjung membuatnya menjual perabot dan gambar tersebut. Hasil penjualan yang mencapai Rp 5 juta itu digunakan untuk membeli 1.400 bibit rotan yang kemudian ditanam di Hinas Kiri pada November tahun lalu.

Sebelumnya pada bulan Februari, salah satu guru Kirana melihat potensi besar dalam proyek tersebut dan mendesaknya untuk bergabung dengan kompetisi Global Youth Action Fund (GYAF) dari International Baccalaureate (IB) yang berbasis di Swiss, yang bertujuan untuk mendanai proyek-proyek yang dipimpin oleh kaum muda yang akan menciptakan dampak positif di masyarakat sekitar.

Ternyata guru tersebut benar, karena Kirana terpilih sebagai salah satu pemenang kompetisi. Sebagai penerima penghargaan, ia diberi dana sebesar US$ 3000 untuk pengembangan proyek lebih lanjut, yang ia gunakan untuk membeli 6.000 bibit rotan lainnya serta membayar tenaga profesional yang akan memastikan pertumbuhan benih di Meratus.

Memanfaatkan libur sekolahnya, Kirana bersama Mas Jiwo Pogog dan pegiat lingkungan setempat Kosim, bergandengan tangan dengan puluhan warga untuk menanam 6.000 bibit rotan di HST dan masyarakat sekitar pada 7 hingga 14 Juli. Melalui proyek ini, Kirana juga berharap dapat menggalakkan upaya konservasi bagi masyarakat Meratus.

“Melihat semangat juang Kirana seperti menduplikasi diri saya sendiri. Dia punya potensi besar untuk berprestasi di masa mendatang,” kata Mas Jiwo yang pernah meraih dua penghargaan nasional. Ia menjadi asisten proyek, karena Kirana harus bolak-balik Jakarta-Solo.

“Proyek penanaman bibit rotan ini merupakan terobosan yang sangat baik bagi Kirana. Terlebih lagi, banyak masyarakat di Meratus yang turut mendukungnya. Ke depannya, diharapkan dapat menjadi potensi untuk menghasilkan pendapatan bagi masyarakat dan kelestarian lingkungan,” imbuhnya.

.

Kosim, yang turut serta dalam kegiatan penanaman selama empat hari, mengatakan proyek ini berpotensi meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat sekitar. Ia mencatat rotan dapat berfungsi sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) karena dapat diperoleh tanpa harus menebang pohon.

“Saya terus terang sangat senang, karena ini akan menciptakan ekonomi baru dan pengetahuan baru bagi masyarakat Meratus,” katanya. “Kami sebagai warga Meratus HST harus sangat berterima kasih atas pengabdian ini. Semoga warga kami termotivasi olehnya, sehingga kami dapat meningkatkan taraf hidup kami.”

Selain dari relawan desa, proyek ini juga mendapat apresiasi dari pemerintah daerah, dengan dihadiri oleh Sekretaris Daerah HST Muhammad Yani dalam sesi penanaman rotan. Mereka menyatakan bahwa proyek ini sejalan dengan kebijakan pemerintah HST yang berkomitmen untuk menjaga lingkungan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

“Ini merupakan bentuk kaderisasi cinta hutan dan keanekaragaman hayati di Meratus. Ini harus menjadi tolok ukur bagi generasi muda saat ini, bahwa trennya adalah kembali ke alam,” kata Yani seraya menambahkan bahwa proyek ini merupakan langkah awal bagi generasi muda dari luar untuk membangun hutan secara berkelanjutan.

“Sumber daya yang kita miliki ini sangat penting, oleh karena itu kita juga harus menjaganya,” tuturnya seraya menegaskan kembali pemanfaatan salah satu sumber daya alam yang ada, yang terbukti produktif, khususnya dalam pembuatan furnitur.

Kirana, cicit Menteri Kehutanan pertama Indonesia Soedjarwo, kembali menegaskan pentingnya menjaga sumber daya alam Indonesia yang selama ini terbukti produktif dalam menghasilkan furnitur dan berbagai produk lainnya.

“Semoga proyek yang saya jalankan ini dapat bermanfaat dan dapat menginspirasi banyak orang, khususnya generasi muda, untuk dapat lebih menjaga dan mencintai lingkungan,” pungkasnya.