49% kelas menengah Indonesia mengalami penurunan daya beli – Ekonomi

49% kelas menengah Indonesia mengalami penurunan daya beli – Ekonomi

Survei Indonesia Market Outlook 2025 yang dilakukan Inventure mengungkapkan, 49 persen masyarakat kelas menengah mengalami penurunan daya beli.

Di antara mereka yang merasakan penurunan tersebut, 85 persen mengaitkannya dengan kenaikan harga barang-barang penting, termasuk makanan, energi, dan transportasi.

“Membeli rumah dan mobil merupakan investasi signifikan yang memerlukan komitmen finansial jangka panjang,” kata Managing Partner Inventure Yuswohady dalam konferensi pers online, Selasa, seperti dikutip Tempo.

Di kalangan kelas menengah, 70 persen responden memutuskan menunda pembelian mobil, sementara 68 persen lainnya memutuskan menunda pembelian dan renovasi rumah.

“Rumah dan mobil merupakan investasi besar yang memerlukan komitmen finansial jangka panjang,” kata Yuswhohady.

Ia menambahkan, pembelian tersebut sebagian besar dibiayai oleh pinjaman dengan cicilan bertahun-tahun. Inilah sebabnya mengapa keluarga kelas menengah memutuskan untuk menunda pembelian dan menjaga stabilitas arus kas.

Setiap hari Senin

Dengan wawancara eksklusif dan liputan mendalam mengenai isu-isu bisnis paling mendesak di kawasan ini, “Prospek” adalah sumber yang tepat untuk tetap menjadi yang terdepan dalam lanskap bisnis Indonesia yang berkembang pesat.

untuk mendaftar buletin kami!

Silakan periksa email Anda untuk berlangganan buletin Anda.

Lihat Buletin Lainnya

Survei tersebut melibatkan 450 responden yang berasal dari Jabodetabek, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Pesertanya sebagian besar adalah generasi milenial kelas menengah dan Gen Z, dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara pada September 2024.

Khususnya, 79 persen responden memiliki pengeluaran rumah tangga bulanan berkisar antara Rp 2,1 juta (US$134,5) hingga Rp 9,6 juta. Selain itu, 14 persen teridentifikasi sebagai calon kelas menengah, dengan pengeluaran antara Rp 900.000 dan Rp 2,1 juta per bulan, sementara 7 persen diklasifikasikan sebagai kelas menengah atas, dengan pengeluaran melebihi Rp 9,6 juta ($614,9) per bulan.

Survei tersebut juga menyoroti perilaku berbelanja di kalangan kelas menengah, dengan 71 persen responden melaporkan berbelanja di warung madura (toko tradisional yang menjual barang sehari-hari yang memungkinkan masyarakat membeli dalam jumlah kecil).

Empat dari lima orang menyebut aksesibilitas sebagai alasan utama memilih toko-toko ini dibandingkan toko serba ada modern.

Secara terpisah, Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang keputusan kenaikan pajak pertambahan nilai menjadi 12 persen pada tahun 2025.

Eddy berdalih kebijakan tersebut bisa berdampak negatif terhadap daya beli masyarakat.

“Kami dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) akan meminta pemerintah mengkaji ulang bahkan menundanya jika memungkinkan. Saya kira kami akan sepakat mengenai hal ini,” kata Eddy, Minggu, seperti dikutip dari Antara. investor.id.

“Hal ini agar daya beli masyarakat meningkat. Kalau daya beli masyarakat masih kuat maka konsumsi juga meningkat.”