Muhammadiyah menyerukan tindakan keras terhadap plagiarisme, penjualan gelar di Universitas – Masyarakat

Muhammadiyah menyerukan tindakan keras terhadap plagiarisme, penjualan gelar di Universitas – Masyarakat

Ketua Umum Uhammadiyah Haedar Nashir mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengatasi masalah plagiarisme dan penjualan gelar akademik di universitas-universitas nasional.

Dia mengatakan plagiarisme dan penipuan akademis di pendidikan tinggi mencerminkan tren oportunisme yang tidak bermoral dalam mengejar kemajuan.

Skandal plagiarisme yang terjadi akhir-akhir ini, seperti yang melibatkan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, alumni Universitas Jember, dan Rektor Universitas Islam Negeri Walisongo, telah mengemuka.

Selain itu, skandal jabatan guru besar di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin tahun ini semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap sistem akademik negara.

Kasus tersebut melibatkan lamaran jabatan guru besar 11 dosen Fakultas Hukum universitas tersebut. Penyelidikan menemukan bahwa para dosen tersebut mungkin telah mengirimkan artikel akademis ke jurnal predator, yaitu publikasi yang tidak memiliki sistem peer review yang ketat dan sering dieksploitasi untuk keuntungan finansial.

Dampak dari skandal tersebut menyebabkan akreditasi Universitas Lambung Mangkurat diturunkan dan status guru besar dosennya dicabut.

Setiap Senin, Rabu dan Jumat pagi.

Dikirim langsung ke kotak masuk Anda tiga kali seminggu, pengarahan yang dikurasi ini memberikan gambaran singkat tentang isu-isu terpenting hari ini, yang mencakup berbagai topik mulai dari politik hingga budaya dan masyarakat.

untuk mendaftar buletin kami!

Silakan periksa email Anda untuk berlangganan buletin Anda.

Lihat Buletin Lainnya

Dunia pendidikan tinggi harus direkonstruksi, kata Haedar, Minggu, hari pelantikan Prabowo, seperti dikutip dari Antara. tempo.co.

Haedar mengatakan, rekonstruksi pendidikan tinggi melibatkan pembersihan kampus dari praktik tidak etis yang dapat merugikan martabat sektor pendidikan, termasuk penjualan gelar akademik.

Pemberian gelar akademik yang merusak tatanan dunia akademik perlu diatur untuk menjaga harkat akademik perguruan tinggi Indonesia, kata Haedar.

Contoh terbaru adalah gelar doktor yang diberikan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia oleh Universitas Indonesia.

Bahlil menerima gelar tersebut dalam waktu kurang dari dua tahun, dibandingkan empat tahun biasanya, sehingga menimbulkan kekhawatiran atas legitimasinya.

Universitas mengatakan Bahlil telah mengambil program gelar yang berfokus pada penelitian yang tidak mengharuskan dia untuk menghadiri perkuliahan dan hal ini memungkinkan dia untuk menyelesaikan program doktoral lebih cepat dari biasanya.

Haedar mendesak pemerintahan Prabwo untuk mengubah perguruan tinggi menjadi lembaga strategis yang berkontribusi terhadap tujuan dan cita-cita pendidikan bangsa. Ia berharap, Prabowo dapat menjalankan tugasnya dengan setia, menjunjung tinggi konstitusi, dan melayani masyarakat dengan integritas.