
Insentif pajak jatuh datar saat peraturan preman di lapangan – akademisi
Insentif pajak jatuh datar saat peraturan preman di lapangan – akademisi
atau bertahun -tahun, Indonesia telah bertaruh pada insentif pajak sebagai strategi utama untuk memikat investor. Logikanya langsung: dengan menawarkan keringanan pajak, pemerintah berharap untuk membuatnya lebih murah dan lebih menguntungkan untuk melakukan bisnis di Indonesia, terutama di sektor strategis.
Insentif ini diharapkan untuk mendorong investasi asing langsung (FDI), yang pada gilirannya akan meningkatkan ekonomi dengan menciptakan lapangan kerja, mentransfer teknologi, meningkatkan ekspor dan memacu kegiatan bisnis lokal.
Miliaran Rupiah telah dikorbankan atas nama tujuan ini melalui hari libur pajak, tunjangan pajak dan basis pajak dan pengurangan basis kena pajak. Menurut Laporan Pengeluaran Pajak 2023 Dari Badan Kebijakan Fiskal (2024), Indonesia menyerahkan Rp 362,5 triliun (US $ 21,9 miliar) dalam pendapatan, setara dengan 1,73 persen produk domestik bruto (PDB), untuk merangsang kegiatan ekonomi.
Tetapi pertanyaan mendasar tetap: Seberapa efektif insentif fiskal ini, sungguh? Di balik angka -angka yang mengesankan terletak kenyataan yang lebih suram.
Investigasi baru -baru ini oleh Kompas Daily mengungkapkan kebenaran yang memalukan: lebih dari setengah hambatan investasi di zona industri tidak berasal dari birokrasi birokrasi, tetapi dari LSM lokal dan organisasi massa yang bertindak seperti kelompok gaya mafia. Mereka mengendalikan proyek limbah, menuntut potongan kuota pekerjaan dan mengancam pabrik dengan protes jika tuntutan mereka tidak terpenuhi.
Pada tahun 2023 saja, satu kawasan industri di Jawa Barat menerima 130 proposal dari kelompok -kelompok tersebut, sebagian besar tentang pengelolaan limbah. Pola berlanjut ke tahun berikutnya: dari 122 proposal, hanya satu yang membahas masalah tenaga kerja sementara sisanya target limbah, sekarang dipandang sebagai tambang emas oleh kelompok -kelompok preman yang diselimuti sebagai organisasi sosial.
Pola yang meresahkan ini bertepatan dengan penurunan kepercayaan investor yang lebih luas, sebagaimana tercermin dalam melemahkan kinerja FDI selama bertahun -tahun. Menurut data dari Dana Moneter Internasional, arus masuk NET FDI sebagai persentase dari PDB Indonesia telah berada pada tren penurunan, turun dari 2,2 persen pada 2019 menjadi 1,8 persen pada tahun 2020 dan 2021, dan kemudian naik sedikit menjadi 1,9 persen pada tahun 2022 sebelum turun menjadi 1,6 persen pada 2023.